Saturday, January 23, 2016

Patah Hati




Alhamdulillah... setelah hampir 5 tahun tak tersentuh, saya sempatkan juga berbagi curhatan disini...

Tahun ini, saatnya saya berburu SD lagi bagi putra kedua saya, Icam yg sekarang sudah duduk di TK Rumah Bermain Padi (sekarang, Januari 2016, berusia 7 tahun 1 bulan)

Setelah survei beberapa SD pilihan, saya menetapkan hati untuk mendaftarkan Icam ke sebuah SD swasta yg memiliki reputasi sangat baik,sebuah SD ternama di Bandung di kawasan Jalan Malabar. Hari ini, saya begitu bersemangat, 23 Januari 2016, saya menunggu jam 7 pagi untuk memperoleh nomer antrian via online untuk mendaftarkan Icam  Saya memperoleh antrian nomer 4 untuk membeli formulir pendaftaran. Pembelian dilakukan hari itu juga pada pukul 10, di lokasi sekolahnya. Sayangnya karena saya terlambat hadir, saya menjadi pindah nomer urut ke belakang, dan saya menerima konsekuensi tersebut.

Pada saat giliran putra saya dipanggil, saya dipersilakan ke meja informasi, dan terjadilah pembicaraan termasuk bahwa dulu putra saya juga pernah bersekolah di playgroup sekolah tersebut dengan dibantu satu pendamping khusus dikelas untuk Icam, dan juga terapi bicara selama 2 tahun selama di playgroup dikarenakan keterlambatan berbahasa ekspresi. saya juga ceritakan setelah PG, saya melanjutkan ke TK di tempat lain, dan kemajuan Icam dalam berbahasa alhamdulillah sangat baik dan menyamai kemampuan anak2 seusianya dan tanpa pendampingan lagi selama di TK. Selama di TK beberapa kali tes evaluasi perkembangan anak hasilnya baik, dan 2 kali test kematangan juga menunjukkan peningkatan yg baik walaupun ada beberapa faktor yg belum optimal terutama sosial emosinya. Itu pula yg menyebabkan kami menunda Icam masuk SD di tahun lalu, agar dia sudah matang dulu sebelum masuk SD.

petugas informasi yg menerima saya dan mendengarkan cerita saya memberi informasi bahwa kuota penerimaan murid baru tahun ajaran 2016/2017 untuk siswa ekstern (dr luar TK yg mereka miliki) 10 orang, namun kuota untuk anak berkebutuhan khusus sudah tidak tersedia. pada saat itu saya bertanya masih adakah kuota untuk Icam? dia nampak ragu, dia hanya katakan masih ada kuota 1 siswa lagi. dan dia mempertanyakan lagi masalah terapi dan GBE (Gangguan Berbahasa Ekspresi). dari hasil pembicaraan itu yang saya tangkap, dia tidak akan memberikan sisa 1 kuota itu pada icam, karena dia bilang anak2 GBE itu biasanya sebagian besar berpotensi menderita dyslexia, dan di sekolah itu, anak2 dyslexia adalah anak berkebutuhan khusus (ABK). dengan kata lain ia memberitahu saya bahwa Icam adalah termasuk ABK dan tidak ada kuota baginya. Sayapun bertanya, siapa yg berhak mengatakan seorang anak berkebutuhan khusus atau tidak? petugas itu sudah kenal anak saya? petugas itu kompetenkah di bidang itu? sehingga ia bisa bertindak seperti itu? setau saya, dulu saya pernah test dyslexia dengan ibu dr. Tian di Indigrow, indikasi anak menderita dyslexia atau tidak itu setelah dia usia sd baru terlihat, dokter loh itu... si petugas informasi itu sepertinya sdh lebih tau, dengan tidak diberikannya kesempatan Icam untuk mengisi 1 kuota yg tersisa. Tidak bisakah si petugas tidak menjudge Icam ABK? kenapa ia tidak mempersilakan Icam membeli formulir lalu diobservasi terlebih dahulu? sudah sebegitu tahu dan kenalkah ia pada Icam sehingga tidak perlu observasi untuk menyebut anak saya itu seorang ABK? Untuk Sekolah sebesar dan setenar itu, saya sungguh kecewa dengan perlakuan sekolah ini pada putra saya. entahlah, saya yang berharap terlalu banyak mungkin pada sekolah ini...

Sungguh saya patah hati... Astagfirullahalazim, memang mungkin belum jodohnya Icam bersekolah disini, InsyaAllah ada sekolah lain yg jauh lebih baik untukmu nak, sesuai rencana Allah SWT...

No comments: